Intensitas
curah hujan yang tinggi beberapa waktu lalu mengakibatkan sejumlah wilayah di
Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mengalami bencana banjir dan tanah longsor.
Hujan deras yang terus berlanjut dari Kamis malam (13/07) hingga Jum’at (14/07)
pagi membuat beberapa wilayah di Sumbar dilanda bencana banjir, akibatnya
sejumlah akses jalan terputus karena genangan air menutupi badan jalan.
Bencana banjir yang melanda beberapa wilayah di Sumbar ini juga mengakibatkan ratusan unit rumah masyarakat terendam, termasuk sekolah, pertokoan, dan fasilitas umum lainnya. Bencana banjir juga mengakibatkan adanya korban jiwa, kerugian secara materil, kerusakan lingkungan, dan berdampak pada aktivitas perekonomian masyarakat.
Pakar
Hidrologi yang merupakan dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Padang (ITP),
Ir.Drs.H.Maizir.M.T. menyampaikan banjir yang merendam beberapa wilayah pesisir
di Provinsi Sumbar diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi serta kenaikan
pasang air laut yang tinggi. Ia menyebutkan fenomena banjir yang terjadi ini
kedepannya pasti akan terulang lagi karena ini merupakan fenomena alamiah.
“Fenomena
banjir seperti saat ini pernah terjadi beberapa tahun lalu, namun fenomena
tersebut akan berbeda pada setiap periode waktunya. Intensitas curah hujan tinggi
didaratan, diikuti dengan kenaikan pasang air laut yang masuk kedaratan
mengakibatkan genangan di beberapa daerah pinggiran pantai, seperti di
Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, dan Kabupaten Pasaman yang menjadi
wilayah terdampak pasang air laut, “ ujar ia, Sabtu (15/07).
Menurutnya
lembaga pemerintah dalam hal ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) melalui media telah memberikan peringatan dini terkait informasi akan
terjadinya hujan ekstrem di wilayah barat Indonesia. Ia mengungkap pentingnya
melatih kepekaan publik terhadap informasi cuaca dan iklim yg disampaikan oleh
BMKG, agar ketika terjadi cuaca ekstrem masyarakat dapat lebih siap. Kejadian
hujan dan cuaca ekstim ini umum terjadi pada setiap pergantian musim, baik dari
musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya.
Ia
mengungkapkan langkah preventif yang bisa dilakukan pada daerah pinggiran
pantai adalah pembangunan tanggul pengaman yang mampu menahan gelombang pasang
dilaut untuk mengatasi dan meminimalisir naiknya pasang air laut kedaratan. Dan
untuk mengatasi terjadinya banjir akibat curah hujan, dapat dilakukan dengan
membuat sumur resapan dan menyempurnakan seluruh jaringan drainase. Disisi
lain, untuk daerah yang jauh dari tepian pantai perlu adanya perbaikan terhadap
infrastruktur drainasenya, meliputi kapasitas dan konstruksi dari drainasenya.
“Langkah mitigasi banjir untuk daerah pemukiman, direkomendasi setiap rumah membangun sumur resapan. Sumur resapan pada masing-masing rumah berfungsi untuk mengurangi aliran permukaan dan mencegah atau mengurangi terjadinya genangan air, “ ungkapnya.
Hal
senada juga disampaikan oleh Ketua Program Studi (Prodi) Teknik Lingkungan ITP,
Dr.Herix Sonata,M.S.,M.Si, ia menyampaikan banjir yang melanda beberapa titik
wilayah di Provinsi Sumbar disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi
dengan periode waktu yang cukup lama, serta bertepatan dengan pasang air laut.
Sungai sebagai tempat bermuara air tidak dapat menampung debit air yang tinggi,
sehingga mengakibatkan genangan pada daratan.
“Pada
tahun 2016 banjir seperti ini pernah terjadi di Kota Padang, rata-rata seluruh
wilayah di Kota Padang digenangi oleh air. Berdasarkan informasi tersebut,
terdapat kesamaan kondisi antara banjir tahun 2016 dengan bencana banjir
beberapa waktu lalu, sehingga dapat dipastikan fenomena ini merupakan fenomena
alamiah, “ jelasnya, Senin (17/07).
Ka.Prodi
Teknik Lingkungan ITP menuturkan selain curah hujan yang tinggi, banjir dapat
disebabkan oleh infrastuktur drainase yang bermasalah seperti dimensi drainase
dengan aliran air yang tidak sesuai dan infrastruktur drainase yang tidak
saling terintegrasi antara drainase primer, sekunder dan tersier. Selain itu
peruntukan suatu wilayah juga perlu diperhatikan, seperti daerah yang telah
diperuntukan sebagai daerah penampungan air tidak boleh dialih fungsi menjadi
daerah pemukiman dan perkantoran.
Menurutnya,
perubahan peruntukan fungsi lahan berdampak pada lingkungan, ditambah lagi
dengan fenomena isu pemanasan global, salah satunya disebabkan oleh penebangan
hutan. Fungsi hutan untuk menjaga ekosistem suplay oksigen dan memastikan
ketersediaan air dialih fungsikan, sehingga terjadi perubahan secara global.
“Perubahan
drastis terhadap lingkungan berpengaruh pada perubahan siklus alam, ditandai dengan
perubahan iklim yang drastis. Cuaca ekstrem dan curah hujan yang tinggi
merupakan akumulasi aktivitas manusia yang tidak menjaga alam, sehingga
keseimbangan alam terganggu,” tutur ia.
Beberapa
langkah mitigasi yang disampaikan Ka.Prodi Teknik Lingkungan ITP adalah
mitigasi individu dengan menaikkan elevasi bangunan agar berada diatas
permukaan jalan, selanjutnya adanya drainase pada kiri-kanan jalan, normalisasi
sungai sebagai tempat bermuaranya air pada periode waktu tertentu, dan sistem
pengendalian banjir berupa kanal banjir.
Created
By Widia/Humas